Saturday, April 26, 2014

Natuna, The Untold Story


     

     UN SMA telah selesai pada 16 April lalu dan no comment tentang UN, kekeke :D Sembari menunggu hasil UN dan SNMPTN, aku nggak ada kerjaan. Bangun tidur, makan, mandi, main PS, makan, main laptop, internetan, makan lagi, main PS lagi, main laptop lagi, internetan lagi, makan, tidur. Ke sekolah cuma buat foto Memory Book, itu pun nggak selalu ketemu anak satu angkatan *sigh. Untuk jaga-jaga aku juga MAU belajar buat SBMPTN. Tapi, aku sih pengennya langsung lolos SNMPTN (Aamiin...).
     Hari ini, aku tiba-tiba sedang teringat masa lalu diriku di Ranai, Kep. Natuna. Sudah 8 tahun aku pergi meninggalkan Natuna dan tanggal 19 April adalah tanggal "keramat" bagiku, kekeke. Aku bersyukur pernah tinggal di Natuna, setidaknya begitu. Meskipun aku harus pindah dengan rasa terpaksa, sampai saat ini pun. Tapi kalau aku masih tinggal di Natuna, entahlah, apa Aku masih menjadi diriku yang sekarang. Dan ada beberapa hal yang sangat-sangat kukenang di Natuna.

1. Pantai Tanjung

     Aaaaaah, aku kangen banget sama Pantai Tanjung! Aroma lautnya, ombaknya, kamar mandi 1000-annya, mie rebus setengah mateng-nya dan pengalaman 2 kali hampir tenggelamku masih terpatri jelas dalam benakku. Karena aku dulu takut berenang, aku biasanya cuma main pasir, main air, sama nyari kerang. Dulu, hampir setiap bulan kami beberapa kali kesana. Papaku pengen buat rumah di tepi pantai. Tanahnya udah ada, tinggal dibangun. Sayang, rencana itu tinggal rencana karena kami harus pindah.

2. Kapal Bukit Raya
     Setiap tahun, keluargaku mudik. Tahun ini ke Rengat, pake pesawat yang kadang-kadang ada, sering tidaknya. Tahun depannya ke Madiun, pakai kapal Bukit Raya. Yang selalu aku ingat adalah Pontianak, yaitu teriakan sayang anak-sayang anak-nya pedagang di atas kapal. Selain itu, kasur hijaunya kelas ekonomi di KM Bukit Raya, piring kaleng-nya, antri kamar mandinya, semua antri. Cuma sekali aku pake kelas VIP, itupun pas Mamaku mau melahirkan di Madiun.

3. Speedboat dan Pompong
     Dulu, Papaku pernah kerja di pulau yang namanya Pulau Kelarik (jadi camat, hehehe). Sedangkan aku tinggal di Ranai. Seminggu sekali Papaku pulang ke Ranai, pakai speedboat (yang warna putih). Kadang-kadang, kami sekeluarga ke Kelarik pake speedboat. Papa, Mama dan Maulana punya pengalaman mengerikan, speedboat yang mereka naiki hampir tenggelam. Sampai sekarang, Mama masih takut kalau inget cerita itu. Untung aku nggak ikut. Pernah juga pake pompong (yang warna-warni), karena tiket speedboat-nya habis. Dan itu cuma sekali tok. Bunyinya, tokotokotokotok, mirip bajaj.

4. Telur Penyu
     Ini makanan no 1 di lidahku. Telur Penyuuuuuuu. Rasanya enaaaaak banget. Sayang, disini nggak ada. Telur penyu direbus dan dimakan pake nasi. Harganya mahal, karena telur penyu susah ditemuin, nyarinya malem-malem dan sekarang sih dilarang.

5. Rumah Panggung
    Rumah pertamaku di Ranai adalah rumah panggung bercat biru. Kamarnya ada 3, gudang 1, kamar mandi 1, WC 1, dengan pohon nangka disamping rumah. Rumah panggung adalah rumah adat Riau dan Kepri. Banyak anjing yang tinggal di bawah rumah. Dan bila malam tiba, anjing menggonggong dan kuburan di samping rumah menambah kengerian. Hiiiiy.
....
....
     Fiuh... cukup sekian dulu aku cerita tentang Natuna. Masih banyak hal yang mau aku ceritain sih, sebenernya. Tapi, nggak bisa kurangkai lewat tulisan sayangnya. Telur asin yang warnanya hitam, jalan misterius, kenapa selalu ada kuburan disamping dan dibelakang rumahku di Ranai, termasuk cinta pertamaku, kekeke.